Kamis, 29 April 2021

PUKKAT Desak Lahirnya Peraturan Daerah Tentang Masyarakat Adat Di Kabupaten Minahasa

Riane Elean

 

Dalam dekade terakhir, hubungan antara Masyarakat Adat di Indonesia dengan pemerintah, sedikit mengalami perubahan dibandingkan dengan periode sebelum tahun 2000. Pemerintah Indonesia turut mengadopsi Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat pada 13 September 2007.

Kebijakan di dalam negeri juga mengalami kemajuan dengan lahirnya beberapa Undang-Undang yang mengakui Masyarakat Adat dan Haknya. Secara umum penyebutan tentang masyarakat hukum adat/ masyarakat adat dapat kita temui di beberapa ketentuan perundangan. Penyebutan ini dijumpai dalam  Tap MPR No IX tahun 2001, juga dapat ditemukan setidaknya didalam 16 Undang-Undang sektoral  yang menyebut tentang masyarakat adat/ masyarakat hukum adat, 3 buah UU Khusus (DIY, Aceh dan Papua).

Di dalam perjalanan, pengakuan hak-hak masyarakat adat, pada tanggal 13 Mei 2013, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Keputusan No.35/PUU-X/2013 tentang UU Kehutanan No.41/1999, yang intinya menyatakan bahwa hutan adat bukan hutan negara.  Pasca putusan ini pun lahir kebijakan yang dikeluarkan oleh instansi terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkaitan dengan hak-hak masyarakat atas hutan, Menteri Dalam Negeri tentang pedoman identifikasi dan verifikasi masyarakat hukum adat, Kemen-ATR tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu. Selain itu saat ini juga sedang berlangsung proses pembahasan RUU Kebudayaan di DPR RI.

Tak hanya itu, RUU Masyarakat Hukum Adat kembali masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) yang kesekian kalinya. Itu karena RUU yang mengatur tentang pengakuan, perlindungan, dan hak masyarakat adat telah melewati dua periode DPR, namun pembahasan dan pengesahan RUU ini tak kunjung selesai. Pada kepengurusan DPR RI 2019-2024 ini, RUU Masyarakat Adat kembali diusulkan oleh DPR dengan status carry over sehingga memberi optimisme bahwa RUU ini dapat berhasil disahkan tanpa mengulang proses formulasi dari awal.

Meskipun perkembangan-perkembangan kebijakan terkait Masyarakat Adat cukup menjanjikan, masih terdapat kendala-kendala yang menciptakan jarak antara instrumen-instrumen internasional dan kebijakan nasional terkait Masyarakat Adat, dengan implementasinya di tingkat komunitas.

Di Minahasa, harapan yang sama juga terus diimpikan. Apalagi melihat fenomena yang terjadi di tengah pandemi, yang membuka mata kita bahwa petani dan masyarakat adat telah membawa peran penting. Penggalian, perlindungan serta pelestarian nilai-nilai budaya sebagai benteng pertahanan untuk terus melestarikan bumi terutama tanah Minahasa sebagai ruang hidup.

Di tengah krisis yang disebabkan pandemi COVID19 yang melanda dunia termasuk Indonesia, lebih khusus Minahasa, kita semakin yakin bahwa stabilitas pangan merupakan salah satu kunci penting bagi Masyarakat Adat bertahan dan keluar dari krisis. Hal tersebut hanya mungkin tercapai apabila Masyarakat Adat berdaulat atas wilayah adatnya, mandiri dan bermartabat dalam mengelola sumber-sumber pangan dan ekonominya. Penguatan aktivitas ekonomi termasuk aktivitas pertanian yang berlangsung di komunitas-komunitas Masyarakat Adat telah terbukti sebagai strategi Kedaulatan Pangan Masyarakat Adat dalam menghadapi masa-masa krisis yang ada, termasuk pandemi COVID-19.

Pada tanggal 13 September 2007, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengesahkan suatu Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples – UNDRIP). Peristiwa ini merupakan tonggak sejarah bagi Masyarakat Adat dalam memperjuangkan hak-haknya. Deklarasi ini pun menegaskan hak-hak kolektif Masyarakat Adat untuk menentukan hak atas tanah, wilayah dan sumber daya, hak atas budaya dan kekayaan intelektual, hak untuk menentukan keputusan bebas, didahulukan dan diinformasikan, dan hak untuk menentukan pembangunan seperti apa yang sesuai dan diinginkan oleh komunitas adat.

Deklarasi ini menjadi instrumen penting untuk membangun kesadaran sosial secara lebih luas tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, sekaligus mendorong pemerintah untuk mencerna situasi Masyarakat Adat di Indonesia yang sudah lama terabaikan dari proses-proses keadilan. Deklarasi ini akan menjadi instrumen untuk memperkuat hak-hak Masyarakat Adat di seluruh dunia dan di Indonesia.

Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (The International Day of the World’s Indigenous Peoples) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Sulawesi Utara dan Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Wilayah Sulawesi Utara telah menggelar diskusi dengan topik “HIMAS 2020: Harapan Lahirnya Perda Adat di Minahasa dan Pengesahan RUU Masyarakat Adat”. 

Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur turut menjadi penyelenggara kegiatan yang dihadiri oleh berbagai elemen termasuk legislatif dan eksekutif Pemerintah Kabupaten Minahasa. Alhasil, Tahun 2021 ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berinisiatif untuk melakukan legislasi Peraturan Daerah tentang Masyarakat Adat. Inisiatif DPRD Minahasa menjadi momentum bagi masyarakat adat di Minahasa untuk memperoleh hak-haknya sesuai konstitusi.

Minggu, 18 April 2021

Situs Budaya dan Eksistensi Tou Minahasa

Riane Elean

 





Peneliti PUKKAT, Rikson Karundeng, M. Teol diundang sebagai pemantik dalam diskusi yang digelar oleh Institut Panimbe, Sabtu 17 April 2021, di Monumen Benteng Moraya Tondano. 

Hadir sebagai pemantik lainnya: Ribka Tumelap (Mahasiswa Magister Sosiologi UKSW). Joel Sumampouw (Ketua Makatana Pakasaan Minahasa). Kegiatan ini dimoderatori Lefrando Gosal (Ketua Gerakan Minahasa Muda, Peneliti PUKKAT).