Senin, 28 Juni 2021
Minggu, 27 Juni 2021
Jumat, 25 Juni 2021
Para aktivis dan peneliti PUKKAT terus melengkapi diri dengan perkembangan pemikiran feminis kontemporer sebagai upaya sadar bahwa perjuangan mewujudkan idealisme atas isu-isu feminis perlu dibarengi dengan mengasah wawasan dan pengalaman dari berbagai sumber.
Upaya belajar kali ini dengan mengikuti kuliah online tentang teori-teori keadilan, yang dibedah dalam Serial Diskusi Ke-6 yang dilaksanakan oleh Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia, Jumat, 25 Juni 2021.
Dr. Gadis Arivia Effendi, S. S., D. E. A. (Adjunct Professor, Mantgomery College, MD, USA) mentransfer banyak pengetahuan dalam bahasannya tentang Teori Keadilan Feminisme. Kegiatan ini dimoderatori Prof. Dr. Dra. Sulistyawati Irianto, M. A.
Dr.
Gadis memetakan sejumlah teori tentang keadilan yang ada selama ini dan
bagaimana teori-teori tersebut dikritik oleh para feminis karena dianggap tidak
dapat menjawab persoalan diskriminasi yang mengungkung perempuan.
Keadilan Menurut Sumber-Sumber Klasik
- Sebagai balas dendam (Iliad)
- Sebagai keutamaan (Sokrates dalam [“Republik” Plato], Aristoteles, Thomas Aquinas)
- Sebagai
kepatuhan kepada Tuhan: kitab berbagai agama (Injil, Quran, Konfusius, dsb)
Keadilan Sebagai Kontrak Sosial
Apakah yang membenarkan negara mengambil kepemilikan individu?
Apakah yang membenarkan negara memajaki rakyatnya?
Apakah
yang membenarkan negara mengharuskan rakyat mematuhi aturan-aturannya?
Apakah
legitimasi negara?
(Thomas
Hobbes, John Locke, Jean-Jacques Rousseau, Hegel)
Keadilan dan
Masyarakat
Apakah
peranan sosial dalam keadilan?
Apakah
untuk kebaikan masyarakat?
Bagaimana
kebaikan didefinisikan dan didistribusikan?
Adakah
yang disebut kesetaraan?
(Adam
Smith, Kant, Mill, Marx, Hayek)
Keadilan:
Pembahasan Retributif
Apa
alasannya untuk menghukum pelanggar hukum?
Apa
hak kita atau negara yang mengatasnamakan rakyatnya?
Mengapa
negara menyengsarakan rakyatnya?:
(Bentham, Kant, Nietzsche, Moore, Camus)
Keadilan:
Pembahasan Distributif
Pembahasan
yang menitikberatkan soal alokasi sumber daya dalam masyarakat. Apakah alokasi
tersebut sudah adil? Sudah setara? Apakah secara prosedural adil? Apakah hukuman
dan restorasi berjalan?
(Rawls,
Nozick, Melotyre Sandel)
Keadilan Feminisme
(Pembahasan equality, equity, interseksionlitas, dan pengalaman perempuan)
Bagaimana mencapai keadilan
yang konkrit?
Menolak
“teori ideal” yang mengasumsikan setiap kondisi sama. Mempermasalahkan ketidakadilan
sistematis dan struktural.
Menyadari
keterkaitan antara teori, analisis, dan perjuangan hidup keseharian
Mengapa wacana keadilan mainstream (baca: male-stream) dikritik para feminis? Karena ketidakmampuan membongkar relasi kuasa.
Kritik filsuf feminis pada Rawls
- Teori keadilan arus utama berangkat dari teori ideal (abstrak) yang tidak memperhitungkan pengalaman liyan.
- Konsep original position mengandalkan semua manusia “sama” dan merepresentasi semua manusia, serta bersifat netral gender.
- Konsep veil of ignorance tidak memperhitungkan aspek kondisi, konteks, situasi, identitas, dan posisi sosial.
- Mengabaikan struktur gender di masyarakat dan peran tradisional di keluarga.
- Keadilan ekonomi dan bukan masalah redistribusi keuntungan material. Keadilan ekonomi menggunakan pemikiran radikal yang bertumpu pada anti penindasan.
Susan Moller Okin (1946-2004)
- Keadilan humanis: perempuan dan laki-laki sama-sama manusia seutuhnya yang berhak atas keadilan. Tujuan keadilan adalah menghentikan ketidakadilan gender agar tercapai masyarakat yang adil.
- Menekankan diktum ”the personal is political” – social justice
- Pembahasan keluarga dan teori pollitik dalam buku Justice, Gender, and The Famiy (1989)
Keluarga dan Teori Politik
- Kerentanan dan ketidakadilan perempuan dimulai dari keluarga (cycle of vulnerability)
Dalam
buku keduanya, Justice, Gender and the Family (1989), Okin menantang Teori
Keadilan John Rawl karena gagal menganggap serius ketidakadilan keluarga dari gender
kontemporer. Okin berpendapat bahwa pembagian kerja domestik yang tidak setara
berdampak negatif terhadap posisi perempuan di luar keluarga. Dalam apa yang
dikenal sebagai "siklus kerentanan," Okin menjelaskan bagaimana
"ketidaksetaraan antara jenis kelamin di tempat kerja dan di rumah
memperkuat dan memperburuk satu sama lain."
Profesor Okin adalah seorang
pionir yang mengubah konsepsi tradisional tentang filsafat politik dan teori
politik dengan berfokus pada pengucilan perempuan dari sebagian besar pemikiran
politik Barat. Dia bersikeras bahwa perempuan berkontribusi secara signifikan
pada politik dan kehidupan publik melalui pekerjaan mereka di rumah di mana
rasa etika dan keadilan terbentuk, dia membawa kekhawatiran tentang perempuan
ke dalam arus utama teori politik. Menurut Okin, isu gender adalah inti, dan
bukan margin, teori keadilan kita, karena selama perempuan memikul sebagian
besar tanggung jawab untuk mengurus keluarga, keadilan sosial tidak akan pernah
bisa tercapai sepenuhnya.
Iris Marion Young (1949-2006)
- Buku Justice and The Politics of Differences (1990)
- Lima wajah penindasan: eksploitasi, ketidakberdayaan, marginalisasi, imperialisme budaya, dan kekerasan.
- Keadilan
sosial bukan hanya soal redistribusi sumber daya tapi bagaimana memahami dan
mengakui ketidakadilan struktural/ intitusi.
- Jalan menuju keadilan adalah membongkar penindasan dan dominasi, merestrukturisasi dinamika kekuasaan.
- Pemikiran Young berkontribusi pada pembahasan diversitas, pluralisme kultural, studi penindasan dan partisipasi politis.
Kritik Young terhadap Rawls
- Kontrak teori Rawls berpjak dalam ide impersialitas-egalitarian. Posisi asali-abstrak dan ahistoris.
- Young berargumen bahwa pijakan dasar Rawls tidak cukup untuk melihat persoalan ketidakadilan struktural di masyarakat karena tidak mempertimbangkan perbedaan konteks, situasi, identitas, dan kompleksitas lainnya.
Seyla Benhabib (1950- …)
- Benhabib mendukung posisi Habermas tentang adanya validitas universalisme dalam moralitas (yang menghubungkan semua manusia dalam keutamaan humanitasnya), tetapi menolak “liyan umum”, karena hanya menempelkan dan menolak ketubuhan perempuan, meminggirkan pengalaman perempuan dan pandangannya (Benhabib, 1992: 169).
- Melihat “liyan umum” sebagai agen moral dan “liyan konkrit” sebagai individu yang memiliki perbedaan.
- Menginterpretasikan ulang universalisme yang responsive terhadap perbedaan dan kontekstualisasi.
- Ruang publik yang terbuka: demokrasi literasi
Politik redistribusi dan politik rekognisi
- Memeriksa kembali teori-teori keadilan yang berfokus pada konsep redistribusi dan rekognisi. Politik redistribusi adalah politik hak universal sedangkan politik rekognisi adalah politik konkrit yang mempunyai kebutuhan khusus. Teori-teori keadilan cenderung memilih salah satu, tetapi Benhabib dan Fraser menggarisbawahi perlunya keduanya.
- Perlu adanya komitmen pada praktek politik.
- Beberapa
tantangan dalam konstelasi baru adalah sebagai berikut: Bisakah ada akun yang
koheren dari individu dan identitas kolektif yang tidak jatuh dalam xenophobia,
intoleransi, paranoia, dan agresi terhadap orang lain? Dapatkah pencarian
koherensi dibuat sesuai dengan pemeliharaan batas-batas ego yang cair? Bisakah
upaya untuk menghasilkan makna disertai dengan apresiasi terhadap yang tidak
berarti, yang absurd, dan batas-batas kewacanaan? Dapatkah kita menegakkan
keadilan dan solidaritas di rumah tanpa menyerahkan diri kita sendiri, tanpa
menutup perbatasan kita dengan kebutuhan dan tangisan orang lain? Bagaimana
demokrasi identitas kolektif terlihat di abad globalisasi? (Benhabib, 1999)
Margaret A McLaren
- Women’s Activism, Feminism and Sosial Justice (2019)
- Political Responsibility – Responsibility for Justice: hubungan material serta sosial bukan saja soal hak, tapi juga bersifat transnasional.
- Social
conception of responsibility: persoalan keadilan bukan saja dalam satu negara
tapi termasuk antar negara karena kita terhubung satu dengan yang lainnya. Partisipasi
bukan dalam ikatan hukum tapi voluntir (moral responsibility).
- Intersectional model of feminist sosial justice: bukan dalam ranah identitas, tetapi dalam komitmen keadilan sosial (Undoing – Doing)
- Political praxis: interest to imagination
Minggu, 20 Juni 2021
Kali ini yang disasar adalah para jurnalis dari berbagai media di Sulawesi Utara. Sulit memilah dari sekian banyak yang menaruh minat. Semua mesti jadi prioritas, namun apa daya ini masih musim Covid, sayang. Kuantitas perlu ditata agar lebih minim resiko dan tidak dicerai kelompok patroli.
“Jurnalisme dan Budaya di Era Post Truth” dibedah.
PUKKAT meramunya dalam sejumlah pokok diskusi: Jurnalisme dan Persoalan
Kebenaran, Media dan Bias Budaya, Media Digital dan Masalah Fakta, Kuasa Bahasa,
Logika Algoritma vs Nalar Budaya, dan Media dan Masalah Bias Gender.
Para fasilitator melontarkan faset. Realitas praktek jurnalisme negeri disorot. Kapital dan politik kekuasaan masih menggurita dalam bisnis media. Realitas di-framing, direproduksi, dan membahasa dalam balutan ideologi. Bias tertakhlik sana-sini. Stereotip terus memakan korbannya dengan rakus. Yang “benar” semakin blur, sementara sang kapitalis terus tergelak dengan perut yang makin buncit. Miris memang.
Ini perlu dilawan. Pena para jurnalis musti makin tajam. Kemampuan meramu bahasa perlu terus dilatih. Sensitifitas terhadap isu keadilan, kesetaraan, pembebasan dan transformasi harus terus dirangsang. Sejatinya, jurnalis adalah (harus menjadi) pejuang kemanusiaan. Senjatanya adalah karya jurnalistik, wawasan dan kekritisan jadi pelurunya.
Para peserta terpantik. Upaya menalar sisakan banyak tanya. Ini pertanda bagus. Rasa penasaran akan memacu orang mencari tahu. Menuntas makna dibalik realitas. Bergegas menggurat kata menjadi bunga rampai dalam buku yang kelak abadi.
Lokon jadi saksi terbarunya komitmen anak-anak Maesa untuk jadi pejuang kehidupan. Mulailah berkarya. Lepaskan belenggu dari para rentan. Merdekalah dalam karyamu, dan sepak para penjajah ideologi.
Selasa, 15 Juni 2021
Pdt. Ruth Ketsia Wangkai, M. Th (Aktivis PUKKAT, Koordinator Gerakan Perempuan Sulut) menegaskan bahwa pada bulan lalu ada beberapa
kasus kekerasan seksual yang terjadi di Sulawesi Utara. Tiga kasus kekerasan
seksual itu terjadi pada anak dan satu terjadi pada seorang ibu yang lanjut
usia. Dua kasus kekerasan seksual itu terjadi di kota Tomohon. Korbannya adalah
anak-anak perempuan di bawah umur. Satu kasus itu pelakunya adalah paman sendiri.
Kasus-kasus kekerasan ini mengalami peningkatan di masa
pandemi.
Dari berbagai kasus ini kita bisa mengkaji apa yang menjadi akar masalahnya. Akar masalah dari kasus-kasus kekerasan tersebut adalah Ideologi patriarkhi. Ideologi patriarkhi ini melahirkan relasi kuasa yang timpang. Relasi kuasa yang timpang itu mengakibatkan kekerasan seksual, kejahatan kemanusiaan dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Jadi itu bukan sekedar pelanggaran moral saja atau asusila. Kalau kita sekedar mengatakan bahwa kekerasan seksual itu hanya tindakan asusila itu terlalu simplisistik. Jika kita mengatakan bahwa kekerasan seksual itu adalah kejahatan kemanusiaan, maka pelakunya bisa dijerat oleh hukum Negara. Karena Negara memiliki kewajiban untuk melindungi perempuan dari beragam bentuk kekerasan.
Salah satu instrumen internasional yang sudah diadopsi oleh pemerintah kita adalah Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women (CEDAW), yakni sebuah konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Salah satu turunannya itu selain undang-undang PKRT dan trafficking, tetapi juga RUU penghapusan Kekerasan seksual.
Karena itu kita sebagai gerakan masyarakat sipil mendesak DPR RI membahas dan mengesahkan RUU ini menjadi Undang-undang atau payung hukum, mulai dari pencegahan, penanganan, perlindungan dan rehabilitasi korban, tetapi juga penindakan pelaku sebagai efek jerah.
PUKKAT menjadi salah satu pelaksana diskusi bertajuk "Merengkuh Ekspresi Deitas Khalik dalam Emik Budaya Minahasa", Selasa 15 Juni 2021, yang berlangsung secara online.
Minggu, 06 Juni 2021
1. Pdt. Martin Sinaga, D.Th
Akademisi, Tenaga Ahli Badan Pembinaan Ideologi Pancasila
2. Jeirry Sumampouw
Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (TePi)
3. Pdt. Basa Hutabarat, M. Min
Direktur Komite Nasional-Lutheran World Federation
5. Wawan Gunawan
Aktivis Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub), Gusdurian Jawa Barat
4. Beril Huliselan
Komite Pemilih Indonesia (TePi)
5. Fernando Sihotang, MA
Komite Nasional-Lutheran World Federation
Bincang hangat tergelar. Dari nikmatnya "Saguer", minuman sadapan enau khas Minahasa, agama, sampai demokrasi jadi bahan diskusi malam itu.
Semua larut dalam kekariban, sambil menyantap kuliner pedas Minahasa yang disediakan host. Menjamu tamu dengan makan-minum bagi orang Minahasa merupakan wujud syukur dan penghormatan bagi mereka yang datang.
Bangun komitmen bersama memperjuangkan hak-hak masyarakat
adat, Pengurus Daerah (PD) Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Kota Tomohon
mendeklarasikan diri.
Sejumlah peneliti PUKKAT menjadi narasumber dalam diskusi yang digelar Sabtu, 5 Juni 2021 di Aula Radio Kabar Baik, Kelurahan Kakaskasen Dua, Kecamatan Tomohon Utara.
Rikson Childwan Karundeng, M.Teol (Akademisi, Budayawan Minahasa, Peneliti PUKKAT), Nedine Helena Sulu (Aktivis Perempuan Minahasa, Pengurus Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), Dr. Denni Pinontoan (Akademisi, peneliti PUKKAT) & Kharisma Kurama (aktivis Pemuda, Director Institut Kumatau, Peneliti PUKKAT) membagi wawasan dan pengalaman dalam kegiatan ini.
"Pemuda adat, bangkit bersatu, bergerak mengurus
wilayah adat. Setia menjaga dan memelihara titipan leluhur."
Sabtu, 05 Juni 2021
Gagasan memaksimalkan Smartphone sebagai bagian dari berkarya dan menjaga kehidupan telah mewujud menjadi sebuah aksi bersama yang dipelopori anak-anak muda kampung di Minahasa. Aksi ini dikenal sebagai sebuah gerakan yang menamakan dirinya "Smartphone Movement". "Smartphone movement" menjadi ruang bagi anak muda dan siapa saja yang ingin berkarya membuat tulisan, foto, video/film, karya grafis dan lain sebagainya menggunakan Smartphone.
Kamis, 03 Juni 2021
Pengurus:
Pembina:
Pdt. Ruth K. Wangkai, M. Th
Pdt. Marlyn Wongkar, S. Th
Direktur: Dr. Denni H.R. Pinontoan
Manager Project: Lefrando Gosal, S. Teol
Manager Keuangan: Riane Elean, S. Th, M. Si
Koordinator Divisi:
Penelitian/ Kajian : Yonatan D. Kembuan, M. Teol
Publikasi : Kalfein Wuisan, M. Pd
Training dan Advokasi : Rikson Karundeng, M. Teol
Staf Project:
Kharisma Kurama, SH
Pdt. Ruth Ketsia Wangkai, aktivis PUKKAT sekaligus Koordinator Gerakan Perempuan Sulut (GPS) Lawan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak diundang dalam Talk Show Tribun Baku Dapa, Kamis, 3 Juni 2021. Talk Show ini mengangkat topik ''Ancaman Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak."
Wangkai mendesak agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) disahkan oleh DPR RI. "Seharusnya wakil rakyat konsern dengan masalah-masalah begini. Saya kira masalah gender, kekerasan seksual, kekerasan terhadap perempuan dan anak mendesak dan tidak bisa ditunda-tunda." tegasnya.
Hadir sebagai narasumber lainnya, Sofyan Jimmy Yosadi SH, Wakil Sekjen DPP Peradi dengan pemandu acara Jurnalis Tribun Manado, Aswin Lumintang.
Pusat
Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT) adalah organisasi masyarakat sipil
non profit yang berdiri pada tanggal 29 September tahun 2013. Badan hukum
PUKKAT adalah Perkumpulan berdasarkan akta Notaris No. 40 tahun 2013 yang
dibuat pada Notaris Ivonne Yuliet Pesik, SH di Kota Tomohon.
Pendiri PUKKAT adalah para aktivis senior kebudayaan Indonesia Timur, akademisi dari sejumlah perguruan tinggi, jurnalis, sastrawan, teolog dan praktisi hukum. Para pendiri adalah orang-orang yang memiliki perhatian pada isu-isu kebudayaan tradisional maupun pada perkembangan di bidang sosial, politik dan ekonomi, hukum dan agama-agama dalam konteks kontemporer.
Sejak berdiri, kegiatan PUKKAT lebih banyak diwakilkan oleh para aktivis atau pengurusnya dalam kemitraan-kemitraan dengan organisasi masyarakat sipil serta sejumlah perguruan tinggi di Sulawesi Utara maupun di Indonesia dalam isu feminisme, jurnalisme, interfaith dan kebudayaan pada umumnya. Pengurus PUKKAT aktif terlibat pula dalam organisasi-organisasi adat (Indegenous people) dalam pengorganisasian, kajian serta advokasi.
PUKKAT berpusat di Kota Tomohon Sulawesi Utara, dan hingga kini masih berfokus di daerah ini. Ke depan, kami berharap dapat menjangkau Indonesia Timur, yaitu kepulauan Sangihe-Talaud, Maluku dan Papua.
Tujuan PUKKAT adalah:
1.
Melakukan
penelitian dan kajian terhadap baik artefak, mentifak maupun sosiofak, serta
sejarah dan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya serta
agama-agama pada konteks masa lalu dan konteks kini;
2. Mempublikasikan hasil
penelitian, pemikiran dan dinamika kebudayaan Indonesia Timur sehingga dapat
memahami, mengenal dan memanfaatkan nilai-nilai kebudayaan dalam mengembangkan
kehidupan yang lebih baik;
3.
Melakukan
kerja-kerja advokasi/pembelaan, pelestarian budaya masyarakat.
Ketika
isu utama ini lalu dikerjakan secara operasional melalui tiga divisi, yaitu:
1.
Divisi
Penelitian dan Kajian: Divisi ini
bertanggung jawab mendesain program dan mengkoordinir serta mengerjakan
kegiatan-kegiatan yang disepakati pada rapat Dewan Pengurus.
2. Divisi Advokasi dan
Pelatihan: Divisi ini bertanggungjawab mendesain program dan mengkoordinir
serta mengerjakan kegiatan-kegiatan advokasi, yang bagi kami lebih mengarah
pada penyadaran, penguatan kapasitas dan kompetensi.
3. Divisi Publikasi: Divisi ini
bertanggungjawab mendesain program dan mengkoordinir serta mengerjakan
kegiatan-kegiatan publikasi baik cetak maupun online, dalam bentuk teks, audio,
visual atau gabungan ketiganya.
Semua program dan kegiatan PUKKAT mengarah pada pencapaian visi, yaitu: Menuju masyarakat Indonesia Timur yang demokratis dan adil dalam hal berpolitik, berbudaya dan berekonomi.
Alamat PUKKAT
-
Kantor
Perkumpulan: Jln. Kalutay, Kakaskasen, Kec. Tomohon Timur, Kota Tomohon
-
Sekretariat:
Jln. Binsus, Talete II, Tomohon Tengah, Kota Tomohon
Email:
pukkatintim999@gmail.com
Phone/WA:
+6282187097616, +62813283739000
Web:
www.pukkat.org
Fan Page Facebook: fb.me/PUKKATINTIM