Jumat, 20 Mei 2022

Teknologi dan Upaya Penguatan Hak Masyarakat Adat

Riane Elean

 

Masyarakat Adat dan komunitas lokal hidup dan mengelola lebih dari separuh daratan dan perairan dunia. Sebagai penjaga wilayah leluhur, masyarakat adat memastikan kelangsungan budaya yang berkembang dan perlindungan ekosistem tempat kita semua bergantung. Hubungan mereka dengan alam dipandu oleh pengetahuan dan teknologi yang telah teruji oleh waktu. Namun, pengetahuan seperti itu jarang dimasukkan dalam pengembangan teknologi dan jarang ada peluang untuk menciptakan solusi bersama mengikuti panduan mereka. Technodigenous bertujuan untuk mengubahnya dengan menjadi ruang untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, ide, dan inspirasi sambil membangun komunitas praktisi, teknolog, dan pemikir yang dapat bekerja sama menciptakan solusi yang dipimpin oleh Pribumi untuk memperkuat hak dan penentuan nasib sendiri Masyarakat Adat.

Kalfein Wuisan hadir sebagai salah satu panelis dalam diskusi yang diselenggarakan oleh technodigenous, yang dilaksanakan secara virtual pada 19 Mei 2022, pukul 02.00 Wita - Selesai. Dia berbagi wawasan tentang fotografi, videografi dan smartphone movement sebagai upaya menjaga kearifan lokal dan tanah adat. Pembicara lainnya berasal dari beberapa negara: 
  • Elizabeth Swanson Andi, anggota komunitas Santu Urku Kichwa di Sungai Napo di Amazon Ekuador
  • Erisvan Bone Guajajara, pemimpin pemuda dan jurnalis dari suku Guajajara di Maranhão, Brasil.
  • Jupta Lilian Itoewaki, aktivis dan politikus Wayana dari Suriname.
  • David Hernández Palmar (Wayuu, Klan IIPUANA, Venezuela),  pembuat film, kurator independen, dan programer film dengan pengalaman yang diakui di wilayah Amerika Latin.
  • Paul Redman, pembuat film dokumenter pemenang penghargaan yang karyanya telah melibatkan penyutradaraan, pembuatan film dan penyuntingan berbagai film tentang berbagai masalah termasuk perdagangan bagian tubuh harimau, perdagangan ikan paus dan lumba-lumba, pembalakan liar dan perdagangan gading.
  • Thin Lei Win, jurnalis multimedia pemenang penghargaan yang berbasis di Roma yang mengkhususkan diri dalam isu-isu pangan dan iklim untuk berbagai media berita internasional termasuk melalui buletin Thin Ink miliknya sendiri.
Technodigenous memfasilitasi diskusi ini sebagai rangkaian diskusi yang berkelanjutan, jujur dan konstruktif, antara praktisi, teknolog dan pemikir tentang perbedaan dalam perspektif perkembangan teknologi, tantangan etika interaksi, dan kemungkinan rangkaian prinsip panduan untuk desain bersama, adaptasi, dan penyebaran solusi berbasis teknologi di wilayah Adat.

Kegiatan ini berlangsung sukses dengan dihadiri puluhan orang dari berbagai penjuru dunia.


Sabtu, 14 Mei 2022

Skola Adat: I Tu'tul Sumaup

Riane Elean

 



Wilayah adat Minahasa kini tengah menghadapi berbagai macam permasalahan serius terkait eksistensi tou (manusia) dan tanah adatnya. Mulai dari perampasan tanah adat, permasalahan lingkungan, eksploitasi hutan kapelian, perusakan situs-situs penanda peradaban, dan masih banyak lagi permasalahan-permasalahan yang terjadi ini diakibatkan karena menurunnya rasa memiliki dan kesadaran dari masyarakat untuk menjaga tanah warisan leluhur untuk generasi selanjutnya.

Atas keprihatinan ini, Skolah Adat Waraney Wuaya dan Skolah Adat Tou Mu’ung Wuaya dengan didukung PUKKAT dan sejumlah komunitas di  tanah Minahasa melaksanakan Skolah Adat dengan mengangkat tema I Tu'tul Sumaup. I Tu'tul Sumaup adalah ritus masyarakat Minahasa untuk menata dan memperbaiki yang rusak. Ini merupakan upaya untuk berdamai dengan Sang Khalik, alam, sesama dan semua mahluk yang terlihat maupun yang tak terlihat kasat mata. Foso ini biasanya dilakukan dalam rangka “ba ator kampung”, karena reges lewo’ (wabah), bencana, huru-hara, tou lewo’ (serangan dari orang-orang luar wanua). Orang Minahasa percaya, peristiwa-peristiwa itu terjadi akibat adanya ketidakseimbangan, karena ulah manusia itu sendiri. 

Tujuan dari kegiatan ini yakni:

  1. Untuk melestarikan pendidikan adat Minahasa.
  2. Untuk mengenalkan kembali metode atau cara leluhur Minahasa dalam penggalian dan penemuan pengetahuan, tertutama terkait upaya menjaga dan melestarikan kehidupan. 
  3. Untuk membangkitkan kesadaran berminahasa.
  4. Untuk saling membagikan pengetahuan berbasis kultural Minahasa.
  5. Untuk memberi ruang bagi setiap cara pandang baru dari generasi milenial Minahasa.

Para aktivis dan peneliti PUKKAT terlibat sebagai fasilitator dan narasumber dalam kegiatan yang dilaksanakan pada 13-14 Mei 2022 di Watu Pinabetengan Tompaso. Sejumlah generasi milenial di tanah Minahasa ditempa dengan materi-materi dalam skolah adat, yakni:

EMPUNG, TOU WO KAYOBAAN
- Kosmologi Minahasa
- Lalang Rondor Malesung
FOSO
- Tumotoa: Tradisi Pendirian Kampung di Minahasa
- I Tu’tul Sumaup
- Tradisi Mangundam
NUWU' I TU'A
- Sang Khalik, Manusia dan Alam dalam Sastra Minahasa
- Filsafat Makalesar
- Kanaramen
KALAKERAN
- Kalakeran, Pasini dan Sejarah Domein Verklaring
- Konflik Agraria dan Perusakan Situs di Minahasa
KELUNG UM BANUA
- Menjaga Tanah Kapelian dan Penanda Peradaban di Minahasa
- Pariwisata dan Situs Sejarah-Budaya
- Medsos dan Gerakan Kebudayaan
KUMATAU
- Hermeneutik Kebudayaan Minahasa
- Perempuan Minahasa dan Rahim Kayobaan
- Menuju Kristen Kultural Minahasa
MAWALE
- Gerakan Masyarakat Adat
- Praktek Artistik dan Panggilan Tanah Leluhur
- Semangat Tumonaas dan Upaya Menghidupkan Seni Tradisi
- Sekolah Adat dan Gerakan Pulang Kampung









Dokumentasi Kegiatan lainnya dapat dilihat di link ini dan ini


PUKKAT Tervalidasi Sebagai Penerbit

Riane Elean

 





Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT) telah divalidasi sebagai penerbit oleh Perpustakaan Nasional, pada Juli 2021. Sebagai lembaga penerbit yang sah, PUKKAT membuka peluang yang lebih besar untuk menerbitkan karya-karya tulis ber-ISBN, baik yang dihasilkan perkumpulan maupun karya tulis dari penulis lainnya.