Minggu, 12 Juli 2020

Pengembangan Budaya Minahasa

Riane Elean

 


Dr. Denni Pinontoan, Direktur PUKKAT diundang sebagai pembicara dalam kapasitas sebagai Pegiat Budaya dalam Talk Show Wisata Budaya yang diselenggarakan Kerukunan Keluarga Kawanua, yang dilakukan secara online Sabtu 11 Juli 2020.

Hadir sebagai narasumber lainnya: Dr. Mohammad Amin, S. Sn., M. Sn, MA. (Plt Direktur Industri Kreatif Musik, Seni Pertunjukan dan Penerbitan Kemenparekraf, Beiby Sumanti (Founder Sanggar Bapontar), Prof. Dr. Perry Rumengan (Dosen Musik Universitas Manado, Conductor Composer, Musikolog - Etnomusikolog), dan James Sundah (Komisioner LMKN - Budayawan).

Sabtu, 04 Juli 2020

Merawat Keragaman Identitas dalam Solidaritas Kemanusiaan

Riane Elean

 

PUKKAT menggelar diskusi online bertajuk “Merawat Keragaman identitas dalam Solidaritas Kemanusiaan” pada 3 Juli 2020. Hadir sebagai pemantik diskusi: Wawan Gunawan (Presidium JAKATARUB, Ws. Sofyan Yosan (Dewan Rohaniawan MATAKIN), Debby Momongan (Aktivis Interfaith), Sulaiman Mapiase (Akademisi IAIN Manado), Iswan Sual (Penghayat Malesung/ MLKI Sulut), dan Pdt. Ruth Wangkai (PUKKAT). Acara ini dimoderatori Riane Elean dan Lefrando Gosal.

Kegiatan ini terlaksana atas kerjasama PUKKAT dengan Institut Seni Budaya Minahasa (Sebumi), Komunitas Penulis Mapatik, Jaringan Kulitinta Independen, Mawale Movement, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Barisan Pemuda Adat Nusantara, dan Kelung.com.

Jumat, 03 Juli 2020

Bincang Online tentang Keragaman Identitas di Masa Pandemi

PUKKAT



Pada negara majemuk seperti Indonesia, identitas agama dan etnis menyimpan kerentanan-kerentanan tertentu. Terutama ketika identitas telah dipolitisasi sedemikian rupa menjadi ideologi eksklusif. Konflik dan kekerasan dapat kapan saja meledak. Dalam kehidupan sosial sehari-hari, sangat terasa polarisasi antara kelompok-kelompok yang membawa identitas tertentu.

Dalam konteks Sulawesi Utara di masa pandemi ini, justru polarisasi berdasarkan identitas dan agama tersebut muncul dalam bentuk aksi kelompok yang membawa simbol dan emosi identitas agama dan etnis. Pada tanggal 1 Juni, sekelompok orang menolak jenasah yang berstatus PDP dimakamkan dengan protokol Covid-19 yang meninggal di Rumah Sakit Pancaran Kasih Manado. Aksi penolakan maupun reaksi terhadap aksi itu dengan kasat mata menampikan simbol-simbol identitas keagamaan Islam dan Kristen.

Lalu pada tanggal 14 Juni, terjadi perkelahian antar kelompok warga Keluarahan Kampung Jawa Tondano dengan kelompok Kelurahan Marawas. Perkelahian yang terjadi di kebun itu menewaskan seorang warga dari kelurahan Marawas. Kejadian itu dapat dengan mudah direspon secara bias agama dan etnis, karena secara faktual dua kampung tersebut secara jelas berbeda secara agama dan etnis.

Meski kejadian-kejadian ini jelas dipicu bukan oleh sentimen agama dan etnis, tapi rupanya bagi kelompok-kelompok tertentu peristiwa-peristiwa itu lebih mudah direspon secara agamis dan etnis. Mengapa dalam masyarakat kita (Indonesia dan Sulawesi Utara) identitas agama dan etnis dapat dengan mudah dipolitisasi menjadi sikap penolakan atau balas dendam? Mengapa identitas agama dan etnis begitu sensitif dalam relasi-relasi sosial, terlebih politis? Faktor-faktor apa yang menjadi pemicunya?

Untuk membedah masalah kerentanan-kerentanan yang muncul dalam masyarakat majemuk identitas, terutama dalam konteks pandemi, Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT() bekerjsama sama dengan Mawale Cultural Center, Komunitas Mapatik,  Institut SEBUMI, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Utara, Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Sulawesi Utara dan Kelung.com menyelenggarakan seri diskusi topik mengenai “Persoalan Keragaman Identitas di Tengah Pandemi”.  

Seri diskusi pertama dilaksanakan dalam bentuk talkshow pada Jumat, 26 Juni 2020, pukul 16.00 – 18.00 via aplikasi Zoom. Sebagai pemantik adalah: 1. Nia Sjarifudin (ANBTI)
2. Pdt. Drs. David Tular (Teolog Gereja Masehi Injili di Minahasa)
3. Rusli Umar (Aktivis NU Sulawesi Utara)
4. Ir. Jhon F. Mailangkay (Brigade Manguni Indonesia Minahasa)
5. Amir Liputo (Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara)
6. Dr. Denni Pinontoan (PUKKAT).

Sebagai moderator Rikson Ch. Karundeng.

(Tayangan siaran diskusi ini dapat diikuti pada halaman Kelung.com.)


Diskusi seri kedua mengangkat topik “Merawat Keragaman Identitas dalam Solidaritas Kemanusiaan” yang dilaksanakan pada Jumat, 3 Juli 2020, jam 18.00 - 21.00 wita via aplikasi zoom. Topik ini diangkat berangkat dari beberapa kasus yang terjadi di tengah pandemi, yang mengusung simbol-simbol agama dan etnis tertentu dan mencoba membedah faktor-faktor kerentanan politisasi identitas di SULUT dan di Indonesia pada umumnya.

Diskusi kali ini menyorot upaya merawat keragaman melalui kerja-kerja interfaith dan aksi-aksi konkrit lintas identitas dari beragam perspektif dan pengalaman.

Para pemantik dalam diskusi ini adalah:
1. Wawan Gunawan M.Ud - Jakatarub, Bandung - Jawa Barat
2. Ws. Sofyan Yosadi, SH. - pengurus nasional MATAKIN, budayawan Tionghoa.
3. Ir. Deeby Momongan, M.Min. - aktivis interfaith.  
4. Sulaiman Mappiasse, Ph.D. - akademisi IAIN Manado  
5. Iswan Sual, S.Pd. - penghayat kepercayaan Malesung dan pengurus MLKI Sulawesi Utara 
6. Ruth Ketsia Wangkai, M.Th. - PUKKAT   

Sebagai moderator Riane Elean dan Rivo Gosal.
(Tayangan diskusi ini dapat diikuti pada halaman Kelung.com)


Virtual Brainstorming "Kosmologi Minahasa & Eko-Teologi"

PUKKAT


Mawale Cultural Center bersama Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT INTIM) Institut Sejarah Budaya Minahasa (SEBUMI) Komunitas Penulis MAPATIK Minahasa Aliansi Masyarakat Adat Minahasa (AMAN) Sulawesi Utara Kelung.com Selasa,19 Mei 2020 14:00 - 17:00 WITA menggelar Virtual Brainstorming  bertajuk "Kosmologi Minahasa & Eko-Teologi". 



Pemantik pada diskusi online melalui aplikasi zoom ini adalah  Tonaas Rinto Taroreh (Praktisi Adat Minahasa); DR. Ivan R B Kaunang (Pakar Cultural Studies UNSRAT); DR. Denni Pinontoan (Teolog Religious Studies); Ruth Ketsia Wangkai MTh (Pegiat Eko-Feminism); Rikson Childwan Karundeng MTeol (Peneliti Cultural Theology); Fredy Wowor MTeol (Peneliti Indigenous Philosophy). Sebagai pengarah diskusi Dave Tielung SAG (mahasiswa Program Pascasarjana Antropologi Universitas Indonesia).