Senin, 10 Februari 2020

Diskusi Seksualitas dari Perspektif Budaya Minahasa

PUKKAT

Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT) menggelar diskusi bertajuk “Seksualitas dari Perspektif Budaya Minahasa”. Diskusi yang menghadirkan 3 pemantik itu digelar di Sekretariat PUKKAT, Kelurahan Talete, Kecamatan Tomohon Tengah, Kota Tomohon, Sabtu (08/02).

Diskusi diawali dengan cerita “Wewene Nimatuama” yang didokumentasikan dalam  Tontemboansche Teksten. Sebuah cerita rakyat Minahasa yang dituliskan J. Alb. T. Schwarz, saat bertugas sebagai Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) di Wilayah Tontemboan dari Tahun 1861-1903.

Denni Pinontoan yang mengulas cerita itu menjelaskan, cerita “Wewene Nimatuama” merupakan gambaran pembedaan jenis kelamin dalam fungsi dan kerja di masyarakat.
Denni Pinontoan

“Perempuan yang mau bekerja di ranah publik, menurut cerita itu mesti mengambil rupa laki-laki. Laki-laki adalah pekerja. Pemimpin adalah laki-laki. Ini ciri masyarakat patriakhi,” ungkap Pinontoan.

Menurutnya, cerita ini bertolak belakang dengan cara pandang Tou (Orang, red) Minahasa yang menempatkan laki-laki dan perempuan secara setara.

“Kalau mendengar cerita tadi, ada indikasi jika cerita itu diceritakan pada masa kolonial. Sebuah masa yang sangat dipengaruhi ideologi patriakhi Eropa,” katanya.

Selain Pinontoan, hadir juga 2 pemantik lainnya, yakni Rikson Karundeng yang bercerita tentang realitas diskriminasi karena perbedaan gender dan orientasi sex kini dan soal hakekat manusia dalam persepektif Minahasa.
Rikson Karundeng

Sementara Ruth Wangkai mengulas tentang cerita Pingkan Mogogunoi. Ia mengisahkan Pingkan sebagai cermin diri Tou Minahasa. Cerita rakyat Minahasa itu diulas Wangkai dalam perspektif feminis kritis.
Ruth Wangkai

Sementara itu, pegiat PUKKAT, Riane Elean yang dalam kesempatan itu tampil sebagai moderator mengungkapkan, diskusi kali ini telah menghadirkan peserta dan pemantik yang berkompeten.

Riane Elean

“Dalam diskusi tadi telah hadir para aktivis dan peneliti. Para sosiolog, antropolog, teolog, sejarawan, sastrawan, jurnalis,” bebernya.

Menurut dosen di Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) itu, diskusi ini bertujuan untuk memahami dan mendokumentasikan pemahaman tentang seksualitas dari perspektif budaya Minahasa.

“Masih banyak poin spesifik yang harus digali lagi. Nanti akan ada tindak lanjut menyusul kegiatan yang dibuat ini,” tuntasnya. (David Kurama/https://manguninews.com/pukkat-kaji-seksualitas-perspektif-budaya-minahasa/)