Kamis, 29 Juli 2021

Cyber Sex Trafficking

Riane Elean

 

Cyber Sex Trafficking (CST) merupakan sebuah kejahatan perdagangan orang untuk tujuan seksual yang memakai teknologi internet untuk menjalankan aksinya. CST mengambil macam-macam bentuk, seperti prostitusi online, layanan video call seks, penjualan konten pornografi, live streaming seksual, dan sebagainya. CST bisa menyerang siapa saja: anak-anak dan orang dewasa dengan berbagai karakteristik seksual dan gendernya.

Di masa pandemi ini, CST mengalami peningkatan. Jumlah penggunaan internet di masa covid naik drastis karena hampir semua kegiatan dilakukan secara online: bekerja dari rumah, belajar dari rumah, diskusi dari rumah, rapat dari rumah, termasuk mencari hiburan. Para pelaku CST memanfaatkan situasi ini untuk mencari mangsa. 

Pelaku CST melancarkan beberapa fase strategi dalam memerangkap korban. Awalnya mereka melakukan online grooming: mendekati, membujuk, mempersiapkan, atau mengondisikan seseorang dalam waktu tertentu untuk tujuan tertentu. Ketika rasa kepercayaan dan kedekatan sudah terbentuk, pelaku akan meminta foto atau video seksual dengan menawarkan iming-iming tertentu dan janji bahwa itu tidak akan disebar (sexiting). Kegiatan ini kemudian berlangsung lagi. Korban tidak kuasa menolak karena foto/ video sebelumnya digunakan pelaku untuk mengancam korban (sextortion). Akhirnya eksploitasi berlangsung lebih jauh, seperti jasa striptis online (streaming) yang ditonton oleh orang-orang yang membayar. Pelaku untung besar, sementara korban tetaplah korban.


Di Indonesia, belum ada undang-undang khusus yang mengatur kejahatan  Cyber Sex Trafficking. Selama ini ketika kejahatan jenis tersebut terjadi, undang-undang yang digunakan adalah UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE). Selain itu juga digunakan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi, ataupun Undang-undang Perlindungan Anak.

Payung hukum sangat penting, namun tidak cukup sebagai satu-satunya cara menangkal terjadinya tindak kejahatan ini. Diperlukan kerja bersama semua pihak: pemerintah, lembaga masyarakat sipil, institusi pendidikan, orang tua dan semua pihak dengan upaya-upaya advokasi dan pemberdayaan agar harapan mengentaskan kasus kekerasan berbasis gender dan seksualitas bisa tercapai.

Ruth Wangkai dan Riane Elean menambah wawasan tentang CST dalam Webinar dengan tema “Cyber Sex Trafficking” yang diselenggarakan Talitha Kum Indonesia dalam rangka memperingati Hari Internasional Anti Perdagangan Manusia setiap tanggal 30 Juli 2021. Rio Hendra, Koordinator Advokasi dan Pelayanan Hukum ECPAT Indonesia menjadi narasumber dalam kegiatan ini.


#CareAgaintsTrafficking #endhumantrafficking 

Senin, 26 Juli 2021

Politik dan Anak Muda

Riane Elean

 

Mineshia Lesawengen (Peneliti PUKKAT) menjadi bintang tamu dalam acara Tribun Inspirasi yang digelar oleh Tribun Manado pada Senin, 26 Juli 2021. Kegiatan disiarkan langsung melalui akun Facebook Tribun Manado dan Youtube Tribun Manado Official, membahas topik 'Politik dan Anak Muda'.

Neshia menginspirasi banyak orang. Situasi pandemi Covid-19 tidak membatasi anak muda untuk terus berkarya dalam dunia organisasi dengan tidak mengesampingkan dunia akademik sebagai mahasiswa. 

Dia juga mengungkap bagaimana politik dalam pusaran kehidupan anak muda. Neshia berharap agar generasi penerus bangsa bisa memaksimalkan kehidupan politik tidak hanya pada momentum elektoral saja.

Anak muda yang berkiprah diberbagai organisasi kampus maupun masyarakat ini mendorong berbagai pihak untuk turut terlibat membantu dalam mengembangkan kesadaran anak muda dalam politik, dengan memberikan pendidikan politik melalui kemasan yang bergaya milenial, agar mereka bisa lebih memahami bahwa politik untuk mencapai kehidupan yang lebih baik harus dipahami sejak dini. 

Menurutnya proses politik adalah usaha untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini memberi pengaruh pada hal-hal yang positif agar anak muda tidak menjadi sumber penyebar hoax. Dia berharap agar anak muda terus mengembangkan potensi dengan minat yang disukai, karena itu bagian dari politik, dan bagian dari upaya menggunakan hak dan kebebasan sebagai warga negara.

Kamis, 22 Juli 2021

PUKKAT Kawal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Riane Elean

 

Upaya mendorong RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) agar segera menjadi Undang-undang terus diupayakan PUKKAT dan lembaga masyarakat sipil lainnya yang menyatakan komitmen dalam Gerakan Perempuan Sulut (GPS). 

Perjuangan ini diwujudkan dalam kampanye dan edukasi diberbagai media, di antaranya melalui Talkshow dengan tagline Gerakan Bersama: Kawal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Acara ini digelar oleh Tribun Manado, dalam program Tribun Baku Dapa, Kamis 22 Juli 2021, yang berlangsung virtual.

Ruth Wangkai (Aktivis PUKKAT, Koordinator GPS) hadir sebagai pembicara, bersama Sonya Sinombor (Aktivis GPS & Jurnalis senior Kompas). Mereka mengupas sejarah dan urgenitas UU PKS karena meningkatnya kasus kekerasan seksual dari tahun ke tahun tanpa ada payung hukum yang jelas. 

Selasa, 20 Juli 2021

Digital Culture dalam Diskursus Kebudayaan Minahasa Hari Ini

Riane Elean

 

PUKKAT melaksanakan diskusi dengan topik "Digital Culture dalam Diskursus Kebudayaan Minahasa Hari ini". Diskusi ini berlangsung di Langowan, Minggu 18 Juli 2021.

Peserta diskusi terbatas dari generasi muda Langowan, Komunitas Solidaritas Kelelondey Memanggil, serta sejumlah jaringan PUKKAT lainnya.

Sebagai pemantik diskusi: Pdt. Ruth Ketsia Wangkai, M. Teol, Dr. Denni Pinontoan, Riane Elean, S. Th, M. Si., Greenhill Weol, SS, Rikson Karundeng, M. Teol, dan Kalfein Wuisan, M. Pd. 


Pengetahuan, kepercayaan, dan praktek orang-orang yang berinteraksi di jaringan digital dibahas. Aktivitas ini disadari telah menciptakan kembali budaya dunia nyata dan aliran baru pemikiran budaya dan praktek hidup dengan melibatkan deretan sejumlah angka dengan sistem perhitungan tertentu. 

Kebudayaan digital ini telah mampu mengubah dan menisbikan konsep manusia tentang ruang dan waktu. Dia telah berhasil memempatkan ruang hidup menjadi sebesar telapak tangan. Kebudayaan Minahasa pun tidak lolos dari hantaman digitalisasi ini dengan imbas nilai positif maupun negatif.

Senin, 19 Juli 2021

PUKKAT Launching Tiga Film

Riane Elean

 

PUKKAT melalui Divisi Publikasi meluncurkan tiga film karya peserta Sekolah Media Digital PUKKAT, 18 Juli 2021 di perkebunan Langowan.

Ketiga film tersebut merupakan karya generasi muda Langowan yang mengangkat tentang pentingnya lahan Kelelondey sebagai ruang hidup petani di sana. Ketiga film tersebut berjudul Bolung: Son of Kelelondey, Kelelondey, dan Vecky Kelelondey.




Sebelumnya para film maker ini telah mengikuti pelatihan pembuatan karya media digital dalam bentuk grafis, fotografi dan sinematografi, dalam Sekolah Media Digital PUKKAT, yang digelar di Langowan, 16-18 Juli 2021.

Minggu, 18 Juli 2021

Advokasi Media: Peran Fotografi & Sinematografi dalam Kebudayaan Minahasa

Riane Elean

 

Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT) melalui Divisi Publikasi mengadakan pelatihan pembuatan karya media digital dalam bentuk karya grafis, fotografi dan sinematografi. Kegiatan ini bertajuk Sekolah Media Digital PUKKAT. Digelar secara blended: online dan onsite, di Langowan 16-18 Juli 2021.

Tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan pengetahuan tentang Publikasi Media Digital, memberikan pengetahuan tentang riset dan advokasi media, karya grafis, fotografi, dan sinematografi.


Sekolah Media Digital PUKKAT merupakan sarana bagi PUKKAT untuk membagikan pengetahuan tentang publikasi konten dalam Media Digital, Karya dalam bentuk Media Digital, dan Advokasi Media kepada generasi muda dalam jaringan komunitas PUKKAT.

Dalam Sekolah Media Digital PUKKAT ke-1, para peserta mendapatkan materi seputar Konten dan Media Digital, Riset dan Advokasi Media, Pengetahuan Desain Grafis Dasar, Pengetahuan Fotografi, dan Sinematografi. 

Sekolah pertama ini, PUKKAT melaksanakan kegiatan bersama generasi muda di Langowan dan komunitas Solidaritas Kelelondey Memanggil. Tema yang diangkat dalam Sekolah Media Digital PUKKAT ke-1 yaitu "Advokasi Media: Peran Fotografi & Sinematografi dalam Kebudayaan Minahasa".


Sebelum mendapatkan materi tentang membuat konten karya media digital (karya grafis, fotografi, dan sinemtografi), peserta  mendapatkan materi mengenai Riset Media. Materi ini ditujukan agar supaya peserta mampu melakukan pendalaman dan penelitian sebelum membuat sebuat karya dan mempublikasikannya. Materi kedua, Advokasi Media. Materi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman bagi para peserta bagaimana melakukan advokasi media lewat karya media (karya grafis, foto, film) yang dihasilkan. Selanjutnya peserta mendapatkan materi teori dan praktek tentang karya grafis, fotografi, dan sinematografi.


Dalam menyukseskan kegiatan ini, PUKKAT didukung oleh Komunitas Smartphone Movement, Mapatik, dan Mawale Movement sebagai jaringan PUKKAT. Jumlah peserta sebanyak lima orang dari jaringan komunitas PUKKAT yang ada di Langowan. Kegiatan ini dilaksakan menggunakan kearifan Minahasa yaitu Mapalus dan Ru’kup.



Sabtu, 17 Juli 2021

Aspek Teknis dalam Meneliti dan Menulis Sejarah

Riane Elean

 

Yonatan D. Kembuan, M. Teol (Koordinator Divisi Penelitian PUKKAT) mengikuti Workshop yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Kalimantan Timur, bekerjasama dengan Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Kalimantan Timur. Kegiatan ini berlangsung daring pada 17-18 Juli 2021, dengan 30 jam intensif pelajaran.

Dalam kegiatan ini peserta mendalami materi tentang: meneliti dan menulis sejarah, penelitian dan penulisan sejarah untuk akademisi dan masyarakat luas, metode sejarah dan berpikir sejarah, mengumpulkan dan menimbang sumber, menulis sejarah, integrasi data sejarah dan cagar budaya dalam historiografi Indonesia, dan pentingnya pemahaman konseptual dan metodologis dalam menulis karya sejarah. Peserta juga ditempah melalui sejumlah tugas yang diberikan fasilitator.


=

Selasa, 13 Juli 2021

Kenapa Tanggal Lahir Kota Manado 14 Juli 1623

Riane Elean

 

Hari jadi Kota Manado yang ditetapkan pada tanggal 14 Juli 1623, merupakan momentum yang mengemas tiga peristiwa bersejarah sekaligus yaitu tanggal 14 yang diambil dari peristiwa heroik yaitu peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946, dimana putra daerah ini bangkit dan menentang penjajahan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, kemudian bulan Juli yang diambil dari unsur yuridis yaitu bulan Juli 1919, yaitu munculnya Besluit Gubernur Jenderal tentang penetapan Gewest Manado sebagai Staatgemeente dikeluarkan dan tahun 1623 yang diambil dari unsur historis yaitu tahun dimana Kota Manado dikenal dan digunakan dalam surat-surat resmi. Berdasarkan ketiga peristiwa penting tersebut, maka tanggal 14 Juli 1989, Kota Manado merayakan HUT-nya yang ke-367. Sejak saat itu hingga sekarang tanggal tersebut terus dirayakan oleh masyarakat dan pemerintah Kota Manado sebagai hari jadi Kota Manado. Bagaimana, mengapa tanggal 14 Juli 1623 menjadi hari kelahiran kota Manado.
Dialog Smart Morning Post membahas "Kenapa Tanggal Lahir Kota Manado 14 Juli 1623" bersama Denni Pinontoan (Direktur Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur) Selasa, 13 Juli 2021 jam 07.25 WITA.

Senin, 12 Juli 2021

Smartphone Movement: Sebuah Metode Dekolonisasi oleh Pemuda Adat

PUKKAT

 


Smartphone Movement merupakan sebuah gerakan kultural yang dilakukan oleh generasi muda untuk menjaga tanah adatnya. Gerakan ini dimulai dari kampung di Minahasa, oleh beberapa pemuda adat Minahasa, sebagai bentuk tanggung jawab kultural dari generasi yang sadar akan manfaat teknologi bagi orang banyak dan generasi berikutnya.

Disebut sebagai sebuah gerakan karena kesadaran akan efektifnya menggunakan smartphone sebagai upaya untuk menjaga tanah adat dilakukan oleh banyak orang. Kesadaran ini dimiliki oleh banyak pemuda adat di kampung-kampung.

Smartphone digunakan sebagai media untuk mendokumentasikan, menyebarkan informasi, membuat karya (tulisan, film dan grafis) dan berinteraksi dengan banyak orang dimana saja, kapan saja secara real-time. Ini juga didukung dengan fitur dan manfaat Media Sosial yang begitu besar.

Di Minahasa, Smartphone Movement mewujud pada optimalisasi penggunaan smartphone. Sebab Smartphone bisa digunakan untuk menulis (reportase, essay, status di medsos), mengambil foto, membuat gambar/grafis (meme/infografis, logo, pamflet, dan karya grafis lain) dan membuat film (merekam/mengedit/menyebarluaskan), serta berkomunikasi dalam bahasa daerah via samrtphone secara intensif.

Di Minahasa, Dua hal yang paling banyak dilakukan dengan Smartphone Movement yaitu Menulis dan Membuat Film. Namun pelatihan mengambil gambar (fotografi) dan membuat karya Grafis di Smartphone juga dilakukan.

  • Menulis
Di Minahasa, pelatihan menulis dilakukan oleh komunitas penulis ataupun komunitas seni/budaya ke kampung-kampung di Minahasa. Para pesertanya pemuda kampung, dengan menggunakan smartphone.
Peserta mewawancarai, mengambil gambar, dan menulis di Smartphone. Setelah tulisan selesai, dibahas/diskusikan di dalam grup WA/FB. Atau langsung di-posting di media sosial untuk disebarluaskan.
  • Membuat Film
Spesifikasi Smartphone yang beredar sekarang ini sudah mumpuni untuk membuat sebuah video ataupun film pendek. Di samping harganya yang murah, pilihan smartphone pun begitu banyak.
Ini membuat banyak orang muda memilih smartphone untuk multimedia. Salah satunya membuat film. Di kampung-kampung di Minahasa, banyak pemuda yang tertarik membuat film dengan. Smartphone. Mereka membuat film pendek lucu, kegiatan seni-budaya dan film singkat tentang kampung lewat smartphone. Aplikasi untuk membuat film di Smartphone, sangat mudah didapatkan. Ada yang gratis.dan berbayar. Semua dapat diunduh.
Membuat film dengan Smartphone (Smartphone Cinematography), juga yang menjadi cikal bakal lahirnya Smartphone Movement. Dibuat lewat Smartphone artinya gambar video direkam, diedit dan diposting serta disebarluaskan di Medsos lewat Smartphone. Ukuran video/film yang dibuat di Smartphone biasanya berukuran kecil tapi kualitas gambar bagus, sehingga tidak terlalu memakan kuota internet bila diupload. Dibandingkan dengan yang dibuat di komputer. Selain itu, karena dibuat di Smartphone, durasi video/film relatif singkat. Ini membuat ketika diupload, orang akan tertarik menontonnya karena pertimbangan kuota internet. Manfaat lainnya, video/film yang dibuat bisa langsung diupload atau dibagikan, tanpa perlu transfer yang kadang rumit. Misalnya apabila video/film dibuat di komputer.

  • Video Berita

Selain film, karya lain yang bisa dibuat yaitu video. Banyak ragam video yang bisa dibuat, salah satunya video berita. Hari ini dengan adanya smartphone dan internet, semua orang bisa menjadi jurnalis atau pewarta berita. Sosial Media menjadi medium yang tepat untuk menyampaikan informasi. Banyak media online kemudian melakukan hal yang sama, melakukan terobosan dalam penyajian berita. Berita video dipilih sebagai bentuknya. News Video atau video berita, dahulu hanya dapat disaksikan di layar televisi (tv) dan disiarkan oleh stasiun tv saja. Hari ini peran itu juga sudah mulai diambil oleh koran online atau media online. Kini, perkembangan teknologi, memungkinan siapa saja, tidak hanya stasiun tv dan media online, untuk menjadi pewarta video. Membuat video berita. Lewat smartphone orang bisa membuat video berita yang berisi acara, reportase kegiatan di kampung, dan lainsebagainya.

  • Mengambil foto
Kamera di smartphone memungkinkan semua orang menjadi fotografer. Mengabadikan momen, orang dan kisah dalam foto. Termasuk mendokumentasikan kegiatan bertema seni, budaya, tradisi. Bisa pula mengabadikan landscape alam dan potret tentnag kampung.
Cara ini digunakan orang mmuda adat untuk mendokumentasikan acara, moment, situs, ritus, adat dan budayanya.
  • Membuat Karya Grafis
Hari ini platform smartphone mengadirkan berbagai aplikasi pengolah grafis. Baik gratis maupun berbayar. Baik offline maupun online. Banyak orang menggunakan kemudahan ini untuk membuat karya grafis seperti flyer, pamflet, leaflet, Meme, editing foto, poster, dan lain sebagainya.
Kegiatan di kampung dipublikasikan lewat pamflet digital yang dibuat di smartphone.
  • Komunikasi dalam bahasa daerah
Beragam macam jenis medsos dicipta. Membuat orang makin suka menjalin komunikasi. Voice call/video call atau sekedar chating biasa menjadi pilihan. Medium Komunikasi jenis ini juga dijadikan ruang belajar oleh para orang muda, pemuda adat saling belajar-belajr kembali bahasa bahasa daerahnya.
  • Sumber Pengetahuan / Sekolah / Universitas
Smartphone, hari ini tidak lagi hanya dipahami sebagai alat komunikasi. Ketika ia mendapatkan internet sebagau ruh-nya, ia menjadi semakin powerfull. Dari smartphone, orang mampu mencari apapun informasi ataupun pengetahuan yang ia inginkan. Internet memungkinkan itu terjadi. Sehingga smartphone manjadi wadah baru untuk berlajar dan bersekolah. Ia menjadi sumber pengetahuan yang bisa digengam.

Karya-karya, baik tulisan, grafis, foto maupun film, memberikan pengaruh besar bagi kebudayaan Minahasa. Banyak orang terpengaruh dan terinspirasi lewat karya yang dibuat lewat smartphone.
Oleh karena banyak orang yang memilih menggunakan smartphone, maka ini bisa disebut sebagai gerakan. Ketika smartphone digunakan secara kreatif dan dilakukan oleh banyak orang maka gerakan Membangun dan menjaga Tanah-Adat semakin efektif. Inilah Smartphone Movement. Mengoptimalkan smartphone untuk saling belajar dan saling menginspirasi.

Pada dasarnya, gagasan tentang Smartphone Movement lahir di kampung, oleh orang muda, pemuda adat Minahasa. Mereka menggunakan smartphone untuk membangun dan menjaga kampungnya. Mereka membuat film, foto, video berita dan karya grafis tentang kebudayaan Minahasa, tentang kegiatan-kegiatan mereka seperti berkebun, berburu, berkesnian, menelusuri jejak leluhur, dan banyak lagi hal lain. 

Gagasan dan spirit ini yang kemudian membuat smartphone movement cepat bersentuhan dengan perjuangan pemuda adat di nusantara. Mereka punya roh perjuangan yang sama. Pulang kampung, membangun kampung, mengurus wilayah adat. Visi ini, kemudian membuat Smartphone movement bisa bersentuhan langsung dengan gerakan pemuda adat di nusantara yaitu Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN).

Dengan smartphone pemuda adat bisa menghasilkan cerita mereka sendiri dan informasi terkini tentang komunitas adat kepada dunia. Pemuda adat juga bisa mengontrol pesan yang ingin disampaikan. Dengan kerja dokumentasi melalui smartphone, pemuda adat juga bisa langsung memverifikasi dan memastikan apa yang benar atau apa yang sebenarnya terjadi di komunitas adat.

Dokumentasi dengan smartphone digunakan pemuda adat sebagai bukti untuk menyangkal klaim sepihak yang terjadi di wilayah adat.

Smartphone dijadikan pemuda adat sebagai alat perlawanan. Ditambah dengan koneksi internet, menjadi lebih kuat. Karya dokumentasi pemuda adat yang dihasilkan melalui smartphone dapat digunakan sebagai pernyataan sikap dan klaim atas keberadaan komunitas adat. Selain itu, pembuatan dokumentasi melalui smartphone merupakan salah satu cara yang dilakukan pemuda adat untuk menyangkal pemikiran negatif bahwa masyarakat adat terbelakang dan buta teknologi.

Karya yang dihasilkan melalui smartphone juga dibuat untuk mengedukasi dan menginspirasi banyak orang agar lebih peduli terhadap masyarakat adat, alam, dan kehidupan di dalamnya. Inilah yang sudah dan sedang dilakukan pemuda adat di nusantara.

Gagasan mengenai Smartphone Movement tersebut, disampaikan Kalfein Wuisan, Koordinator Publikasi PUKKAT sekaligus Inisiator Smartphone Movement, dalam acara "Live Discussion wih Kalfein Wuisan" yang digelar oleh revolucinema, pada 9 Juli 2021 secara virtual.

Diskusi dengan topik "Smartphone Movement: A Method of Decolonisation by Indigenous Youth", dipandu oleh Surya Shankar, seorang aktivis dan filmmaker Masyarakat Adat dari India. Diskusi yang digelar dalam bahasa Inggris ini, diikuti oleh filmmaker dan aktivis masyarakat adat dari berbagai negara.

Dalam diskusi tersebut, Kalfein juga memaparkan gagasannya terkait Smartphone Movemnet sebagai metode dekolonisasi yang dilakukan oleh pemuda adat.

"Dekolonisasi adalah proses dan pengungkapan serta penghancuran kekuatan kolonial. Ia juga bisa diartikan sebagai upaya untuk bebas dari kolonialisme, baik itu mental kolonial ataupun cara berpikir kolonial yang masih ada hingga kini. Sehingga upaya dekolonisasi membuat kita menjadi sebagaimana adanya kita. Mengembalikan kita ke akar. Lewat karya-karya yang dihasilkan dengan Smartphone, bisa menjadi cara kita untuk menunjukkan, untuk memberitahukan siapa kita, dan mencari tahu siapa kita sebenarnya. Kita bisa bicara secara jujur tentang kita. Kita berbicara tentang kita, langsung dari kita. Kita dapat menghasilkan informasi tentang kita melalui smartphone. Kita dapat menulis, kita dapat mengambil foto, video tentang kita, tentang sejarah kita, budaya kita, langsung dari kita. Selama ini kita atau banyak orang di dunia ini mengkonsumsi segala informasi tentang kita, misalnya sebagai masyarakat adat, dari sumber-sumber kolonial. Menggunakan sumber-sumber yang ditulis kolonial ataupun di zaman kolonial, tentu tidak salah. Tapi kita juga wajib mencari sumber tentang kita yang ditulis oleh orang kita, ataupun kita menuliskan sendiri tentang kita," ucap Kalfein.

Ia juga menuturkan bahwa Smartphone movement menjadi cara untuk membantah stigma negatif yang sudah ada sejak zaman kolonial mengenai masyarakat adat ataupun orang yang tinggal di kampung.

"Banyak orang masih hidup dalam stigma kololialisme kita primitif jika tinggal di desa, masyarakat adat yang buta huruf atau kesenjangan teknologi. Melalui Smartphone Movement kami ingin menunjukkan bahwa masyarakat adat atau masyarakat yang tinggal di desa sangat melek teknologi, berpikiran terbuka, dan sangat up to date terhadap teknologi. Lewat Smartphone kita juga bisa mengadakan counter terhadapa pemberitaan media yang bias dan yang berpihak pada modal dan kekuasaan" tutur Wuisan.

Sabtu, 10 Juli 2021

Mahasiswa Tombulu di Era Revolusi Industri 4.0

Riane Elean




Alam era revolusi industri 4.0 akan ketat menyeleksi. Gen yang menguasai teknologi, kreatif, inovatif, kuat literasi, pasti eksis. Di era ini, para pemuda akhirnya harus memilih. Menjadi pemimpin atau skrup. Kreatif-inovatif atau objek eksploitasi. Jadi pemain di lapangan atau jadi penonton.

Demikian yang diungkap Rikson Karundeng saat memberi penguatan dan motivasi kepada mahasiswa-mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Tombulu Minahasa, Sabtu 10 Juli 2021, di Aula GMIM Torsina Kembes.

Hadir sebagai narasumber lainnya: Rifki Johanes Roring, ST (Pembina HMTM/ Ketua KNPI Minahasa), Karlheinz Putra Minahasa Senduk, SH (Ketua KNPI Tomohon), dan Abraham Mononutu Lintong, M. Th (Pembina HMTM/ Jurnalis)

Rondor wo Tumo'or. Tumo'or wo Tumona'as (Berjalanlah lurus dan berkomitmen pada pilihan, sehingga kita akan menjadi orang yang paling berpengetahuan di bidang itu).
Selamat dan Apresiasi untuk Himpunan Mahasiswa Tombulu Minahasa (HMTM). Sukses, Tetap Semangat

Jumat, 09 Juli 2021

Dewan Pengurus PUKKAT Masa Bakti 2021-2024

Riane Elean

 


DEWAN PENGURUS

PUSAT KAJIAN KEBUDAYAAN INDONESIA TIMUR

MASA BAKTI 2021-2024

Pengawas     :   

  1. Pdt. Ruth Ketsia Wangkai, M. Th
  2. Pdt. Marlyn Wongkar, S. Th
  3. Pdt. Steven Bons Manengkei, M. Th


Ketua             : Dr. Denni, H. R. Pinontoan

Sekretaris      : Riane Elean, S. Th, M. Si

Bendahara    : Putri Kapoh, S. Teol


Koordinator Divisi               

  1. Penelitian/Kajian           : Yonatan D. Kembuan, M. Teol
  2. Publikasi                        : Kalfein Wuisan, M. Pd
  3.  Training dan Advokasi  : Rikson Karundeng, M. Teol

 Staf Project:  Kharisma Kurama, SH

Anggota:

1.      Lefrando Gosal, S. Teol

2.      Greenhill Weol, SS

3.      Omega Pantow, S. Teol

4.      Mineshia Lesawengen

5.      Leonard Wilar

Kamis, 08 Juli 2021

Media dan Kekerasan Berbasis Gender

Riane Elean

 




Kekerasan berbasis gender adalah istilah untuk menyebut setiap perilaku membahayakan yang dilakukan terhadap seseorang berdasarkan aspek sosial termasuk gender yang dilekatkan oleh masyarakat yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Termasuk di dalamnya adalah segala perilaku yang mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, atau mental, ancaman akan melakukan suatu perbuatan membahayakan, pemaksaan, dan atau perilaku lain yang membatasi kebebasan seseorang.

Berdasarkan penelitian, media massa telah menjadi salah satu wadah berlangsungnya kekerasan berbasis gender. Hal ini bisa dilihat misalnya pada pemberitaan-pemberitaan media yang sangat bias dan mengorbankan kelompok masyarakat rentan, seperti perempuan dan LGBTIQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseks, Queer). Belum adanya kesadaran dan sensitifitas terhadap isu keadilan dan kesetaraan gender menjadi salah satu penyebab mengapa informasi-informasi di media massa masih sangat diskriminatif, bias, dan selalu terjebak pada konsep patriarkhi heteronormatif.

Sejatinya, media bisa menjadi sarana propaganda nilai-nilai pembebasan dan transformasi.  Sehingga eksistensi para jurnalis maupun individu yang memanfaatkan media massa -yang berwawasan gender justice- sangatlah mutlak dalam perjuangan mewujudkan keadilan dan kesetaraan secara sistematis dan masif. Ini juga memerlukan gerak bersama, baik pemerintah, tokoh agama/ masyarakat, lembaga-lembaga sipil, institusi pendidikan dll agar angka Kekerasan Berbasis Gender bisa ditekan.