Minggu, 31 Desember 2023

Lumales: Menelusuri Jejak Peradaban Tou Minahasa

Riane Elean


Judul: Lumales: Menelusuri Jejak Peradaban Tou Minahasa

Kepengarangan: Rikson Childwan Karundeng

Penerbit: Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT)

Informasi dan Pemesanan: pukkat.org@gmail.com


Sinopsis:

Buku ini berisi reportase perjalanan kegiatan ziarah kultural yang dilaksanakan oleh sejumlah pegiat budaya di tanah Minahasa yang dilakukan semenjak 2010. Ziarah kultural merupakan sebuah penjelajahan untuk mencari, menemukan situs-situs budaya yang masih tersisa di tanah Minahasa, termasuk pendokumentasian tuturan hasil  wawancara dengan para orang tua di kampung-kampung yang memiliki “keistimewaan” sebagai penutur. 


Wale dan Harmoni Kehidupan

Riane Elean


Judul: Wale dan Harmoni Kehidupan

Kepengarangan: Ruth Ketsia Wangkai

Penerbit: Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT)

Informasi dan Pemesanan: pukkat.org@gmail.com


Sinopsis: 

Buku ini berisi dokumentasi dari hasil riset tentang wale atau rumah adat Minahasa, yang masih ada hingga hari ini, walaupun fungsi dan maknanya sebagai rumah adat, yang erat kaitannya dengan ritus-ritus kepercayaan tua Minahasa, tidak tampak lagi. Sebuah realitas yang tidak terhindarkan menjadi fakta riil, bahwa pengaruh Kekristenan yang begitu kuat di tanah Minahasa, yang datang bersamaan dengan peradaban Barat, serta dominasi kapitalisme global, kini hanya meninggalkan jejak dari bentuk wale. Ia bukan lagi rumah adat melainkan sekedar rumah tinggal, yang laris menjadi komoditas dan bisnis “rumah panggung” Minahasa, yang terbuat dari bahan kayu. Tidak mengherankan bentuk rumah panggung ini telah dimodifikasi sesuai kebutuhan dan selera pasar (konsumen), yang berorientasi hanya pada keuntungan pelaku bisnis saja. Walau tinggal jejaknya, pendokumentasian buku ini merupakan sebuah upaya untuk menggali ulang makna wale, fungsi dan bentuknya sebagai rumah adat, warisan leluhur, yang sarat dengan nilai-nilai kosmologis-spiritual-kultural Minahasa. Tentu ada harapan, bahwa dengan menguak kembali nilai-nilai dan kearifan lokal ini, akan dapat menyumbang bagi pemaknaan ulang rumah, yakni tidak sekedar bangunan dan tempat tinggal saja, tetapi wale sebagai ruang bagi harmoni kehidupan antar sesama dan dengan alam sebagai rumah bersama semua makhluk.

Sabtu, 16 Desember 2023

Bertemu Sahabat

Riane Elean

Sore hingga malam, duduk berdiskusi dengan para sahabat di kantor Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (Pukkat), Kakaskasen, Tomohon. Ivan R B Kaunang, Greenhill Weol, Denni Pinontoan, Ibu Ruth Ketsia, Filo Karundeng, Josua Wajong, dan tak ketinggalan si aktor (agak) tampan, Fredy Wowor. 

Kami (tidak) kebetulan kedatangan kawan lama, Erica Larson. Peneliti asal Boston, Amerika Serikat, tapi tinggal Singapura. Ia bekerja di Asia Research Institute, National University of Singapore. 

Berbagai kisah pun mengalir bersama kopi nikmat racikan Denni. Suasana kian hangat ketika biapong khas Kaki Lokon ikut nimbrung. 

Erica akrab dengan Indonesia, termasuk tanah Minahasa. Seberapa akrab, bisa terlihat dari fasihnya ia bicara menggunakan bahasa Indonesia, bahkan Melayu Manado. Beberapa waktu lalu ia datang meneliti tentang pendidikan kewargaan di sejumlah sekolah di Sulawesi Utara. Hasilnya kini telah ditenteng menjadi buah tangan, "Ethics of Belonging: Education, Religion, and Politics in Manado, Indonesia".

Kali ini, Erica datang masih dengan tujuan yang sama. Topiknya yang berbeda. Ia meneliti tentang bagaimana perspektif mahasiswa soal korupsi. 


Kami berdiskusi panjang dan baru bubar (berganti topik) beberapa saat setelah Kalfein Wuisan tiba. Katanya, Aruy ngambek. Entahlah ... Kata Fredy, pengalaman ini telah menjadi ritual rutin setiap Kale kembali dari perjalanan luar negeri. Heran, dia baru balik dari Dubai, tidur di kamar dengan kasur puluhan juta per malam, tapi agak sulit membayar tambal ban bocor 😜

Saat catatan dan foto di dinding FB ini diupload, kami sedang menunggu ragey dan nasi bungkus yang dijemput Filo. Seperti biasa, kami rukup setiap bersua. Captikus Wuwuk yang datang bersama Kale, jadi teman untuk menanti. (Rikson)