Kamis, 12 Maret 2020

Merumuskan Sosiologi Gender Minahasa

Merumuskan Sosiologi Gender Minahasa
Oleh: Riane Elean




PERBEDAAN konsep sosiologi gender memang masih sering menimbulkan debat sampai kini. Paling tidak, berbagai teori feminis kontemporer yang pernah dirumuskan dapat dikelompokkan dalam empat kategori cara pandang:


1. Perbedaan Gender

Feminisme Kultural: Memusatkan perhatian pada eksplorasi nilai-nilai yang dianut perempuan, yaitu bagaimana mereka berbeda dari laki-laki. Penganut teori menentang argumen esensialis tentang perbedaan gender yang tidak dapat diutak-atik, yang mula-mula digunakan untuk melawan perempuan dalam diskursus patriarkal, bahwa perempuan lebih rendah dari laki-laki. Penganut teori ini justru memuji aspek positif hal yang dipandang sebagai karakter perempuan seperti kerja sama, belas kasih, pasifime, dan tanpa kekerasan menyelesaikan konflik.

Peran Institusional: teori ini mengemukakan bahwa perbedaan gender berasal dari perbedaan peran yang dimainkan laki-laki dan perempuan dalam berbagai latar institusional. Yang paling menentukan perbedaan ini diyakini sebagai pembagian kerja secara seksual yang mengaitkan perempuan pada fungsi sebagai istri, ibu, dan pekerja rumah tangga (pada wilayah privat dan keluarga), sehingga perempuan memiliki perbedaan peristiwa dan pengalaman dengan laki-laki.

Analisis Eksistensial dan Fenomenologis: memusatkan perhatian pada teori perempuan sebagai "yang lain" dalam kebudayaan yang diciptakan laki-laki. Dunia dianggap telah berkembang dari kebudayaan yang diciptakan laki-laki dengan mengasumsikan bahwa laki-laki adalah subjek.

2. Ketimpangan Gender

Feminisme Liberal: perempuan dapat menklaim kesetaraan dengan laki-laki berdasarkan kemampuan hakiki manusia untuk menjadi agen moral yang menggunakan akalnya, bahwa ketimpangan gender adalah akibat dari pola pembagian kereja yang seksis dan patriarkal, dan bahwa kesetaraan gender dapat dihasilkan dengan mentransformasikan pembagian kerja melalui pemolaan ulang institusi-institusi kunci: hukum, kerja, keluarga, pendidikan dan media

3. Penindasan Gender
Feminisme Psikoanalitis: melihat patriarki sebagai sistem yang sengaja diciptakan dan dipertahankan oleh laki-laki dalam tindakannya sehari-hari untuk menundukkan perempuan.

Feminisme Radikal: menganggap bahwa peremuan memiliki nilai mutlak positif sebagai perempuan, keyakinan yang berlawanan dengan apa yang mereka klaim sebagai perendahan secara universal terhadap perempuan. Bahwa perempuan di mana pun berada senantiasa tertindas secara kejam oleh sistem patriarki.

4. Penindasan Struktural

Feminisme Sosialis: analisis utama mereka bukanlah ketimpangan sosial, melainkan jalinan erat dari begitu banyak ketimpangan sosial. Mereka mengembangkan potret organisasi sosial tempat di mana struktur publik ekonomi, politik, dan ideologi berinteraksi dengan proses privat reproduksi, domestisitas, seksualitas, dan subjektivitas manusia untuk melestarikan beragam sistem dominasi.

Teori interseksionalitas: teori ini diawali dari pemahaman bahwa perempuan mengalami pendindasan dalam berbagai konfigurasi dan dalam berbagai tingkat intensitas. Kendati semua perempuan secara potensial mengalami penindasan berdasarkan gender, perempuan pun secara berbeda-beda tertindas oleh beragam interseksi tatanan ketimpangan sosial (vektor penindasan dan hak istimewa), yang tidak hanya termasuk gender namun juga kelas, ras, lokasi tertentu di belahan bumi, preferensi seksual dan usia.

Pertanyaan sekarang adalah pengetahuan atau definisi siapa yang benar dan harus diaplikasi? Barangkali solusi untuk ini adalah mencari, merumuskan dan menyajikan sintesis gagasan atau mencari teori integratif dari beragam teori feminis yang ada.

Berdasarkan kategorisasi di atas dapat disimpulkan beberapa hal terkait sosiologi pengetahuan perempuan:


1. ia selalu diciptakan dari sudut pandang aktor yang ada di dalam kelompok yang memiliki kedudukan berbeda di dalam struktur sosial;

2. ia selalu parsial dan sarat kepentingan, tidak pernah menyeluruh dan objektif

3. ia dihasilkan di dalam dan di berbagai kelompok, dan pada batas-batas tertentu, antar aktor di dalam kelompok

4. ia selalu dipengaruhi oleh relasi kekuasaan: apakah dirumuskan dari sudut pandang yang mendominasi maupun subordinasi.

Dengan demikian, untuk merumuskan sosiologi dari sudut pandang perempuan, laki-laki atau gender- gender lainnya maka langkah pertama yang wajib dituntaskan adalah membahas apa yang dimaksud dengan "sudut pandang" perempuan, laki-laki atau gender lainnya itu sendiri. Karena sudut pandang adalah produk kolektivitas sosial yan memiliki sejarah memadai dan kesamaan situasi sehingga mampu membentuk suatu pengetahuan bersama tentang relasi sosial. Barangkali kita masih berada pada titik pencarian apa yang disebut dengan "teori integratif' tersebut. Barangkali apa yang bisa kita pelajari dari bahasan singkat ini bisa memberi kontribusi dalam proses penemuan itu. Dari catatan ini, ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan:

1. Hubungan penguasaan: terkait dengan aktivitas sosial kompleks yang terkait satu dengan yang lain, yang mengontrol produksi manusia.

2. Aktualitas lokal pengalaman hidup: terkait dengan tempat beberapa orang secara aktual (duduk, membaca, menulis, dsb)

3. Teks, yang dicirikan oleh anonimitas, generalitas, dan otoritas esensial: teks didesain untuk memolakan dan menerjemahkan kehidupan nyata, pengalaman spesifik, menjadi bentuk bahasa yang bisa diterima bagi hubungan penguasaan.

Tiga aspek di atas harus dipelajari sebagai tindakan, hubungan, dan kerja subjek manusia yang ada di dalamnya. Sinergi tiga poin itu akan sangat menentukan bagaimana interaksi antar elemen-elemen struktur dalam masyarakat itu berpadu.

Catatan untuk Minahasa:

Relasi sosial Tou (perempuan, laki-laki dan gender lainnya) di Minahasa bersifat khas dan tidak bisa digeneralisir. Identitas Minahasa turut dibentuk oleh pengalaman historis, Karakteristik budaya, tatanan geopolitik, termasuk tantangan dan peluang yang berlangsung dinamis. Sehingga konsep sosiologi gender Minahasa seharusnya merupakan rumusan yang ditarik dari karakteristik tersebut.

Ke arah mana citra sosiologi gender Minahasa akan di bawah sangat tergantung juga dari penguasa (sistem dominan), interpretasi dan aktualisasi subjektif terhadap berbagai hal, dan media propaganda.

Kesadaran kolektif orang Minahasa adalah bahwa kita (Tou Minahasa) adalah "esa ene" yang religius dan egaliter. Upaya aktualisasi kesadaran kolektif dalam sistem dominan, interpretasi subjektif dan propaganda adalah tanggung jawab bersama, sehingga "sosiologi gender" kita benar-benar Minahasa dan fungsional.


Bahan Bacaan:

Darwin, Muahdjir M. 2005. Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Wacana

Hubeis, Aida Vitayala S. 1996. "Dimensi Gender dan Demokratisasi" dalam Merebut Masa Depan. Jakarta: PT. Amanah Putra Nusantara

Ritzer, George & Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta: Kreasi Wacana

----------------------------------------------------. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media Group

Sihab, Quraish. 1996. "Dimensi Gender, Konsep Keluarga dan Demokratisasi" dalam Merebut Masa Depan. Jakarta: PT. Amanah Putra Nusantara

Taulu, H. M. 1981. Sejarah dan Anthropologi Budaya Minahasa. Manado: Toko Buku Tunas Harapan.


Riane Elean

Author & Editor

""

0 komentar:

Posting Komentar