Jumat, 25 Juni 2021

Keadilan Feminisme


Para aktivis dan peneliti PUKKAT terus melengkapi diri dengan perkembangan pemikiran feminis kontemporer sebagai upaya sadar bahwa perjuangan mewujudkan idealisme atas isu-isu feminis perlu dibarengi dengan mengasah wawasan dan pengalaman dari berbagai sumber.

Upaya belajar kali ini dengan mengikuti kuliah online tentang teori-teori keadilan, yang dibedah dalam Serial Diskusi Ke-6 yang dilaksanakan oleh Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia, Jumat, 25 Juni 2021. 

Dr. Gadis Arivia Effendi, S. S., D. E. A. (Adjunct Professor, Mantgomery College, MD, USA) mentransfer banyak pengetahuan dalam bahasannya tentang Teori Keadilan Feminisme. Kegiatan ini dimoderatori Prof. Dr. Dra. Sulistyawati Irianto, M. A.

Dr. Gadis memetakan sejumlah teori tentang keadilan yang ada selama ini dan bagaimana teori-teori tersebut dikritik oleh para feminis karena dianggap tidak dapat menjawab persoalan diskriminasi yang mengungkung perempuan.

 Keadilan Menurut Sumber-Sumber Klasik

  • Sebagai balas dendam (Iliad)
  • Sebagai keutamaan (Sokrates dalam [“Republik” Plato], Aristoteles, Thomas Aquinas)
  •  Sebagai kepatuhan kepada Tuhan: kitab berbagai agama (Injil, Quran, Konfusius, dsb)

 Keadilan Sebagai Kontrak Sosial

Apakah yang membenarkan negara mengambil kepemilikan individu?

Apakah yang membenarkan negara memajaki rakyatnya?

Apakah yang membenarkan negara mengharuskan rakyat mematuhi aturan-aturannya?

Apakah legitimasi negara?

(Thomas Hobbes, John Locke, Jean-Jacques Rousseau, Hegel)

 

Keadilan dan Masyarakat

Apakah peranan sosial dalam keadilan?

Apakah untuk kebaikan masyarakat?

Bagaimana kebaikan didefinisikan dan didistribusikan?

Adakah yang disebut kesetaraan?

(Adam Smith, Kant, Mill, Marx, Hayek)

 

Keadilan: Pembahasan Retributif

Apa alasannya untuk menghukum pelanggar hukum?

Apa hak kita atau negara yang mengatasnamakan rakyatnya?

Mengapa negara menyengsarakan rakyatnya?:

(Bentham, Kant, Nietzsche, Moore, Camus)


Keadilan: Pembahasan Distributif

Pembahasan yang menitikberatkan soal alokasi sumber daya dalam masyarakat. Apakah alokasi tersebut sudah adil? Sudah setara? Apakah secara prosedural adil? Apakah hukuman dan restorasi berjalan?

(Rawls, Nozick, Melotyre Sandel)

 

Keadilan Feminisme

(Pembahasan equality, equity, interseksionlitas, dan pengalaman perempuan)



Bagaimana mencapai keadilan yang konkrit?

Menolak “teori ideal” yang mengasumsikan setiap kondisi sama. Mempermasalahkan ketidakadilan sistematis dan struktural.

Menyadari keterkaitan antara teori, analisis, dan perjuangan hidup keseharian

Mengapa wacana keadilan mainstream (baca: male-stream) dikritik para feminis? Karena ketidakmampuan membongkar relasi kuasa.

 

Kritik filsuf feminis pada Rawls

  • Teori keadilan arus utama berangkat dari teori ideal (abstrak) yang tidak memperhitungkan pengalaman liyan.
  • Konsep original position mengandalkan semua manusia “sama” dan merepresentasi semua manusia, serta bersifat netral gender.
  • Konsep veil of ignorance tidak memperhitungkan aspek kondisi, konteks, situasi, identitas, dan posisi sosial.
  • Mengabaikan struktur gender di masyarakat dan peran tradisional di keluarga.
  • Keadilan ekonomi dan bukan masalah redistribusi keuntungan material. Keadilan ekonomi menggunakan pemikiran radikal yang bertumpu pada anti penindasan.

 

Susan Moller Okin (1946-2004)

  • Keadilan humanis: perempuan dan laki-laki sama-sama manusia seutuhnya yang berhak atas keadilan. Tujuan keadilan adalah menghentikan ketidakadilan gender agar tercapai masyarakat yang adil.
  • Menekankan diktum ”the personal is political” – social justice
  • Pembahasan keluarga dan teori pollitik dalam buku Justice, Gender, and The Famiy (1989)

 

Keluarga dan Teori Politik

  • Kerentanan dan ketidakadilan perempuan dimulai dari keluarga (cycle of vulnerability)

Dalam buku keduanya, Justice, Gender and the Family (1989), Okin menantang Teori Keadilan John Rawl karena gagal menganggap serius ketidakadilan keluarga dari gender kontemporer. Okin berpendapat bahwa pembagian kerja domestik yang tidak setara berdampak negatif terhadap posisi perempuan di luar keluarga. Dalam apa yang dikenal sebagai "siklus kerentanan," Okin menjelaskan bagaimana "ketidaksetaraan antara jenis kelamin di tempat kerja dan di rumah memperkuat dan memperburuk satu sama lain."

Profesor Okin adalah seorang pionir yang mengubah konsepsi tradisional tentang filsafat politik dan teori politik dengan berfokus pada pengucilan perempuan dari sebagian besar pemikiran politik Barat. Dia bersikeras bahwa perempuan berkontribusi secara signifikan pada politik dan kehidupan publik melalui pekerjaan mereka di rumah di mana rasa etika dan keadilan terbentuk, dia membawa kekhawatiran tentang perempuan ke dalam arus utama teori politik. Menurut Okin, isu gender adalah inti, dan bukan margin, teori keadilan kita, karena selama perempuan memikul sebagian besar tanggung jawab untuk mengurus keluarga, keadilan sosial tidak akan pernah bisa tercapai sepenuhnya.

 

Iris Marion Young (1949-2006)

  •  Buku Justice and The Politics of Differences (1990)
  • Lima wajah penindasan: eksploitasi, ketidakberdayaan, marginalisasi, imperialisme budaya, dan kekerasan.

  •  Keadilan sosial bukan hanya soal redistribusi sumber daya tapi bagaimana memahami dan mengakui ketidakadilan struktural/ intitusi.
  • Jalan menuju keadilan adalah membongkar penindasan dan dominasi, merestrukturisasi dinamika kekuasaan.
  • Pemikiran Young berkontribusi pada pembahasan diversitas, pluralisme kultural, studi penindasan dan partisipasi politis.

 

Kritik Young terhadap Rawls

  • Kontrak teori Rawls berpjak dalam ide impersialitas-egalitarian. Posisi asali-abstrak dan ahistoris.
  • Young berargumen bahwa pijakan dasar Rawls tidak cukup untuk melihat persoalan ketidakadilan struktural di masyarakat karena tidak mempertimbangkan perbedaan konteks, situasi, identitas, dan kompleksitas lainnya.

 

Seyla Benhabib (1950- …)

  • Benhabib mendukung posisi Habermas tentang adanya validitas universalisme dalam moralitas (yang menghubungkan semua manusia dalam keutamaan humanitasnya), tetapi menolak “liyan umum”, karena hanya menempelkan dan menolak ketubuhan perempuan, meminggirkan pengalaman perempuan dan pandangannya (Benhabib, 1992: 169).
  • Melihat “liyan umum” sebagai agen moral dan “liyan konkrit” sebagai individu yang memiliki perbedaan.
  • Menginterpretasikan ulang universalisme yang responsive terhadap perbedaan dan kontekstualisasi.
  • Ruang publik yang terbuka: demokrasi literasi


Politik redistribusi dan politik rekognisi

  • Memeriksa kembali teori-teori keadilan yang berfokus pada konsep redistribusi dan rekognisi. Politik redistribusi adalah politik hak universal sedangkan politik rekognisi adalah politik konkrit yang mempunyai kebutuhan khusus. Teori-teori keadilan cenderung memilih salah satu, tetapi Benhabib dan Fraser menggarisbawahi perlunya keduanya.
  • Perlu adanya komitmen pada praktek politik.
  • Beberapa tantangan dalam konstelasi baru adalah sebagai berikut: Bisakah ada akun yang koheren dari individu dan identitas kolektif yang tidak jatuh dalam xenophobia, intoleransi, paranoia, dan agresi terhadap orang lain? Dapatkah pencarian koherensi dibuat sesuai dengan pemeliharaan batas-batas ego yang cair? Bisakah upaya untuk menghasilkan makna disertai dengan apresiasi terhadap yang tidak berarti, yang absurd, dan batas-batas kewacanaan? Dapatkah kita menegakkan keadilan dan solidaritas di rumah tanpa menyerahkan diri kita sendiri, tanpa menutup perbatasan kita dengan kebutuhan dan tangisan orang lain? Bagaimana demokrasi identitas kolektif terlihat di abad globalisasi? (Benhabib, 1999)

 

Margaret A McLaren

  •  Women’s Activism, Feminism and Sosial Justice (2019)
  • Political Responsibility – Responsibility for Justice: hubungan material serta sosial bukan saja soal hak, tapi juga bersifat transnasional.
  • Social conception of responsibility: persoalan keadilan bukan saja dalam satu negara tapi termasuk antar negara karena kita terhubung satu dengan yang lainnya. Partisipasi bukan dalam ikatan hukum tapi voluntir (moral responsibility).
  • Intersectional model of feminist sosial justice: bukan dalam ranah identitas, tetapi dalam komitmen keadilan sosial (Undoing – Doing)
  • Political praxis: interest to imagination




Riane Elean

Author & Editor

""

0 komentar:

Posting Komentar