Cyber Sex Trafficking (CST) merupakan sebuah kejahatan perdagangan orang untuk tujuan seksual yang memakai teknologi internet untuk menjalankan aksinya. CST mengambil macam-macam bentuk, seperti prostitusi online, layanan video call seks, penjualan konten pornografi, live streaming seksual, dan sebagainya. CST bisa menyerang siapa saja: anak-anak dan orang dewasa dengan berbagai karakteristik seksual dan gendernya.
Di masa pandemi ini, CST mengalami peningkatan. Jumlah penggunaan internet di masa covid naik drastis karena hampir semua kegiatan dilakukan secara online: bekerja dari rumah, belajar dari rumah, diskusi dari rumah, rapat dari rumah, termasuk mencari hiburan. Para pelaku CST memanfaatkan situasi ini untuk mencari mangsa.
Pelaku CST melancarkan beberapa fase strategi dalam memerangkap
korban. Awalnya mereka melakukan online
grooming: mendekati, membujuk, mempersiapkan,
atau mengondisikan seseorang dalam waktu tertentu untuk tujuan tertentu. Ketika
rasa kepercayaan dan kedekatan sudah terbentuk, pelaku akan meminta foto atau
video seksual dengan menawarkan iming-iming tertentu dan janji bahwa itu tidak
akan disebar (sexiting). Kegiatan ini
kemudian berlangsung lagi. Korban tidak kuasa menolak karena foto/ video
sebelumnya digunakan pelaku untuk mengancam korban (sextortion). Akhirnya eksploitasi berlangsung lebih jauh, seperti
jasa striptis online (streaming) yang
ditonton oleh orang-orang yang membayar. Pelaku untung besar, sementara korban tetaplah
korban.
Di Indonesia, belum ada undang-undang khusus yang mengatur kejahatan Cyber Sex Trafficking. Selama ini ketika kejahatan jenis tersebut terjadi, undang-undang yang digunakan adalah UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE). Selain itu juga digunakan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi, ataupun Undang-undang Perlindungan Anak.
Payung hukum sangat penting, namun tidak cukup sebagai satu-satunya cara menangkal terjadinya tindak kejahatan ini. Diperlukan kerja bersama semua pihak: pemerintah, lembaga masyarakat sipil, institusi pendidikan, orang tua dan semua pihak dengan upaya-upaya advokasi dan pemberdayaan agar harapan mengentaskan kasus kekerasan berbasis gender dan seksualitas bisa tercapai.
Ruth Wangkai dan Riane Elean menambah wawasan tentang CST dalam Webinar dengan tema “Cyber Sex Trafficking” yang diselenggarakan Talitha Kum Indonesia dalam rangka memperingati Hari Internasional Anti Perdagangan Manusia setiap tanggal 30 Juli 2021. Rio Hendra, Koordinator Advokasi dan Pelayanan Hukum ECPAT Indonesia menjadi narasumber dalam kegiatan ini.
#CareAgaintsTrafficking #endhumantrafficking
0 komentar:
Posting Komentar